3 hari lalu adalah
seperempat abadku,
Tidak ada perayaan,
ucapan, lilin apalagi kue. Satu sisi karena diriku berusaha menyembunyikan tanggal
lahir. Bahkan menghindari jika orang kantor merayakan. Bukan karena introvert,
lebih karena idealisme.
Agama yang aku anut
tidak mengajarkan untuk mengikuti kebiasaan kaum lain, walaupun hanya sejengkal
demi sejengkal. Aku memilih jalan aman.
Seperempat abad,
pencapaian apa aku di umur setua ini. Jalan apa yang harus aku ambil untuk
kehidupan ku di masa depan? Kanan atau kiri?
Career atau ridho
keluarga? Kaya atau sederhana? Praktisi atau akademik? Nikah atau sekolah?
Puzzle puzzle
kehidupan yang membuat mata tak bisa memejam di tengah malam. Merenunngi pencapaian
dan memikirkan keputusan apa yang harus di ambil selanjutnya beserta
konsekuensinya.
Lalu ku ulang lagi
sketsaku selama 25 tahun kebelakang.
2000 memulai
kehidupan baru bersama keluarga di jawa,
2007 memasuki smp
faforit di kampung dengan cukup prestatif, dan seperti anak pada umunya
2010 masuk ke masa
SMA, masa titik balik. Dimana aku mendapat teman positif, lingkaran positif dan
tentunya... Cinta pertama.
2013 , mencicipi
bangku kuliah diploma dengan lingkaran yang masih postif, mulai pencarian jati
diri. Kenal dengan orang – orang tidak biasa. Dengan pencapaian yang diatas
rata2 untuk umuran sepantaran, dan tentu saja second love.
2016, lulus... susah
cari kerja, berharap dapat kerjaan apapun. Akhirnya freelance jadi guru privat
di bimbel. Punya penghasilan sendiri. Angka yang lumayan pada waktu itu.
2017 kerja kantoran
sebagai compliance, 3 bulan kerja hati bergejolak pengnen pindah.
2018 pindah ke
perusahaan yg cukup besar di Jakarta dan memulai kehidupan baru
2020, memutuskan
ekstensi S1, yang seharusnya insyaa Allah selasi di tahun ini. Pandemi
Menyerang.
Merasakan tidak
enaknya dan susahnya menemukan jalan/celah seperti tahun 2016. Jodoh.
Memori terulang
kembali bak video yang di rewind, dan berakhir meneteskan air mata karena
mengingat orang tua.
Lalu kubuka lagi, apa
yang Rabb ku perintahkan sebagai manusia yang terlahir di dunia ini,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ
وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz
Dzariyat: 56)
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa
sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu
tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu’minun: 115).
Lalu kuputuskan malam ini,
Tentang arah hidup, dengan menaiki kereta.
Kereta yang di pimpin oleh rasulullah, di tumpangi oleh orang-orang sholeh dan berakhir pada satu tempat... . Syurga.